Keharmonisan antara umat beragama yang
ditunjukan oleh masyarakat Solo dalam dua perayaaan besar agama
Hari
besar keagamaan diperingati berdasarkan pergerakan
bumi/bulan/matahari maupun adanya peristiwa yang dipercaya memiliki nilai
spiritual/kesakralan tertentu untuk meningkatkan kualitas prilaku
sehari-hari. Memaknai hari raya keagamaan kita berusaha menekan angka-angka
negatif dalam kehidupan sehari-hari. Merayakan hari besar agama harus
dilihat sejauh mana hari besar itu didayagunakan untuk membesarkan kekuatan
spiritual dalam diri setiap umat. Persoalan akan menjadi terbalik apa bila hari
besar agama itu dijadikan momentum untuk membesarkan gejolak hawa nafsu dan
egoisme keagamaan. Dalam kemajuan zaman ini, hal ini semestinya menjadi
perhatian kita bersama. Kalau benar hari besar keagamaan menjadi suatu momentum
untuk membesarkan kekuatan spiritual maka aparat keamanan justru pada hari
besar keagamaan akan berkerja secara santai. Karena kekuatan spiritual agama
yang besar dalam diri manusia akan mengekspresikan prilaku mulia dan daya tahan
mental yang tangguh.
Seperti
harmonisnya perayaan hari besar dua keagaamaan yang terjadi disolo saat tahun lalu, Umat Islam merayakan Maulid
Nabi Muhammad SAW pada 24 Desember 2015 dan umat kristiani merayakan Natal pada
25 Desember 2015. Keduanya sama-sama merayakan hari kelahiran figur paling
penting bagi masing-masing agama. Maulid Nabi merayakan hari kelahiran Nabi
Muhammad S.A.W dan Natal merayakan hari kelahiran Yesus Kristus (Isa Al-Masih).
Peristiwa
yang jarang terjadi ini membuat Kota Solo dimeriahkan dengan suasana khas
Sekaten dan khas Natal secara berdampingan. Inilah wujud nyata toleransi
antarumat beragama yang belakangan ini di banyak tempat mulai memudar. Hal yang
patut disyukuri adalah tindakan intoleransi minim terjadi di Kota Solo
sepanjang tahun 2015.
Hal
ini menjadi peristiwa istimewa karena kota Solo terkenal rentan dengan tindakan
intoleransi khususnya menyangkut etnis dan agama mengingat ada tiga etnis besar
hidup berdampingan di Solo, yakni Jawa, keturunan Arab, dan keturunan Tionghoa.
Kita
mengenal perayaan sekatenan di bekas kerajaan Mataram, yaitu Solo dan Jogja.
Perayaan Sekaten adalah merupakan hajatan Sunan Paku Buwono di Solo dan Sultan
Hamengku Buwono di Jogya, yaitu diselenggarakan mulai seminggu sebelum Maulud
Nabi Muhammad s.a.w. Kraton mengeluarkan 2 perangkat Gamelan Kraton (di Solo :
Kyai Guntur Sari dan Kyai Guntur Madu), untuk dibawa ke halaman Mesjid Agung
Kraton. Di halaman Masjid tersedia 2 bangunan disisi utara dan selatan, tempat
kedua perangkat gamelan itu akan ditempatkan dan ditabuh bergantian selama 1
minggu, dari pagi hingga tengah malam, dengan berhenti pada saat tiba waktu
Sholat wajib, yaitu Dhuhur, Azar, Maghrib dan Isa'. Sekaten berakhir ketika
Hari Maulud Nabi tiba.
Selain
itu perayaan natal juga berjalan dengam aman dan tertip diberbagai gereja yang
ada di kota Solo. Merawat persamaan adalah hal biasa. Tetapi beda halnya dengan
merawat perbedaan, itu akan menjadi sebuah hal luar biasa.
Contoh
lain adanya keharmonisan antara umar beragama yang dimiliki masyarakat Solo
adalah berdampingannya sebuah masjid dan sebuah gereja. Masjid Al Hikmah memang
beda dengan yang lainnya. Secara lokasi, masjid bercat hijau itu tempat berbagi
tembok dengan tempat ibadah jemaat Kristen, Gereja Kristen Jawa (GKJ)
Joyodiningratan, yang sama-sama beralamat di Jalan Gatot Subroto 222, Solo.
Toleransi
juga dilakukan oleh pihak GKJ Joyodiningratan. Pihak gereja menyadari bahwa 24
Desember merupakan hari peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Jemaat sudah
siap menggelar ibadat malam Natal di tempat lain.
"Karena
kita tahu tanggal 24 itu Maulid Nabi dan biasanya ada pengajian, maka awalnya
kita sempat memunculkan alternatif lain untuk ibadat malam Natal. Kita rencana
akan menggelar ibadah malam Natal dengan menyewa gedung atau mencari waktu yang
lain," ungkap Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung Istining Hyang.
Lantas,
pada 25 Desember 2015 yang bertepatan dengan salat Jumat, pihak gereja
memutuskan ibadah Natal akan selesai pada pukul 10.00 WIB. Biasanya untuk masalah
seperti itu sudah dibicaaarakan jauh-jauh hari, sejak 3 bulan lalu. Dan untuk
permasalahan parkir sudah diatur warga dan jemaah masjid. Seperti biasa, nanti
parkir jemaat gereja sampai ke halaman depan masjid. GKJ Joyodiningratan
sendiri menggelar dua ibadah Natal, yakni Kamis, 24 Desember pukul 18.00 WIB.
Sementara pada 25 Desember, ibadah Natal akan digelar pada pukul 08.00
WIB.
Harmonisasi
dua agama di wilayah ini memang sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu.
Melongok sejarahnya, gereja ini lebih awal dibangun pada 1939. Lantas pada
1947, tepat di sampingnya dibangun musala yang kemudian berubah menjadi masijd.
Mulai saat itulah, kerukunan agama terjalin. Sebagai simbolnya, perwakilan umat Islam dan Kristen membangun prasasti Tugu Lilin sebagai simbol kebersamaan. Prasasti itu sendiri memiliki tinggi 100 meter. Posisinya terletak di sebelah selatan masjid, tempat wudu perempuan.
Mulai saat itulah, kerukunan agama terjalin. Sebagai simbolnya, perwakilan umat Islam dan Kristen membangun prasasti Tugu Lilin sebagai simbol kebersamaan. Prasasti itu sendiri memiliki tinggi 100 meter. Posisinya terletak di sebelah selatan masjid, tempat wudu perempuan.