Minggu, 03 April 2016

LANGKAH BARU DALAM MENGEMBANGKAN KESENIAN DAN KEBUDAYAAN JAWA PADA MASYARAKAT


Di era modern ini telah berkembang kesenian luar yang mulai masuk dalam jiwa remaja sekarang. Hal ini disebabkan karena para remaja sekarang menganggap bahwa kesenian tradisional dan kebudayaan adalah budaya yang ketinggalan jaman atau kuno. Oleh karena itu anak remaja jaman sekarang lebih memilih kesenian luar yang lebih modern dibandingkan dengan kesenian tradisional. Diantaranya akibat tidak ada regenarsi dari para senimannya. Maka dari itu, dalam upaya mengantisipasi lebih para lagi maka harus memperbanyak pagelaran dan festival seni budaya.

"Seni budaya bisa punah, karena para sesepuh seniman dan budaya tidak sempat mewariskan ke genarasi selanjutnya. Akibatnya, seni budaya tersebut jadi hilang. Memang upaya melestarikan seni budaya sebenarnya susah-susah gampang. Tetapi cara yang paling mudah adalah melalui festival budaya,".
Dengan melalui sebuah festival, maka generasi penerus akan terbentuk dengan sendirinya. Bahkan,  hal tersebut akan memicu para  sesepuh budaya mewariskan pengetahuannya kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian,gaung seni budaya pun  akan kembali muncul.

Universitas Gajah Mada mempunyai UKM yang sangat berpengaruh dalam melestarikan kesenian masyarakat jawa, UKM tersebut bernama UKJGS (Unit Kesenian Jawa Gaya Surakarta). UKJGS mempunyai acara tahunan yang bernama GLADHI MADYA. Gladhi Madya merupakans sebuah acara pentas seni bagi anggota baru UKJGS. Acara rutin setiap tahun ini, dimaknai sebagai panggung pertama mereka untuk mempersembahkan budaya jawa dihadapan masyarakat luas, pentas Gladhi Madya nantinya akan memberikan pelajaran berarti bagi anggota baru tentang kepercayaan diri, menghargai tentang proses latihan, dan rasa menghargai tentang budaya dan seni sendiri.

Menjadi anggota baru UKM UKJGS UGM merupakan kebanggan tersendiri bagi beberapa orang yang ikut berpartisipasi didalamnya, menarikan berbagai tarian tradisional Jawa dengan gaya Surakarta dan juga memainkan alat musik tradisonalnya. Rasa bangga hadir kepada seluruh anggota UKM tersebut ketika semua penonton bersorak dan bertepuk tangan atas apa yang mereka lihat dalam acara Gladhi Madya. Akan tetapi banyak hal terjadi sebelum pementasan Gladhi Madya itu berlangsung, tidaklah mudah menemukan penerus warisan kesenian budaya jawa didalam masyarakat, tidak banyak yang benar-benar mau berjuang mewariskan kesenian budaya jawa. Ratusan mahasiswa yang ada di UGM dengan latar belakang yang berbeda mendaftarkan diri untuk ikut dalam UKM UKJGS, namun keseluruhan mahasiswa itu akan banyak yang mengundurkan diri dengan ketidak seriusan untuk berikut serta dalam pelestarian kesenian budaya  jawa. Sisalah orang-orang yang benar-benar ingin berjuang dan melestarikan kesenian dan kebudayaan jawa.

Dalam acara Gladhi Madya akan menampilkan berbagai tampilan dari seluruh divisi yaitu divisi tari putra dan putri, divisi karawitan dan divisi pedhalangan. Dari divisi tari putri Akan menampilkan tari Gambyong, tari Domba Nini dan tari Merak, sedangkan tari putra akan menyajikan suguhan tari kerakyatan. Sebagai puncak acara dan sebuah hal yang baru, cukup langka mencari penerus untuk bidang pedhalangan. Menjadi Dhalang bukanlah hal yang mudah. Namun di UKJGS ada satu anggota yang menjadi salah satu penerus berbakat. Rafif Pujasmara namanya. Laki – laki 18 tahun dan seorang mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM yang berasal dari kota Solo ini mengajukan dirinya untuk membawakan sebuah kisah melalui medium budaya yaitu wayang.

Ketika ditanya mengapa memilih mengeluti divisi pedhalangan, laki – laki ini tersenyum malu - malu. Dia mengatakan bahwa sejak kecil sudah terbiasa dengan lingkungan seni dari kedua orangtuanya yang bekerja sebagai pengajar di sekolah menengah karawitan di kota kerak nasi itu. Bahkan sejak TK sudah berlatih untuk mendalang. Sebuah kebiasaan yang sangat jarang ditemui di jaman sekarang. Di usianya yang masih tergolong muda Rafif sudah bisa menguasai beberapa instrumen dalam gamelan bahkan instrumen musik yang lain.

Tak hanya membawakan cerita dalam pewayangan, dia juga ikut andil dalam pementasan di divisi karawitan dengan teman – teman anggota UKJGS lainnya. Ia terus mengasah kemampuannya untuk tampil dalam setiap pementasan Gladhi Madya. Mempersiapkan penampilan terbaiknya dan terus berdoa kepada Tuhan. Tak lupa ia juga menyampaikan sebuah pesan untuk para penerus bangsa ini. “Jadilah generasi muda yang kuat dan berjiwa seni”.

Salah satu penampilan wayang dengan lakon “Sesaji Raja Suya” yang dibawakan oleh Rafif Pujasmara yang berasal dari Fakultas Kehutanan.  Sesekali ia menyanyikan syair-syair lahu jawa yang dipadukan dengan gerakan tangannya yang begitu lihai menemani seluruh penonton hingga larut malam.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2Auk3GH9tZPB3fqdR5JlBh8Ps2jBS5rrBqdm8XrP0reNaJHWCS2JB6dCa8G5eDAgi2jO0JX0DXsNvp7EAGPg-4t1942Alfr4WsSLKd80atxVq8Rilu79VGoY4Wq-qRamRymdCAVq4WmA/s1600/gm3.jpg


 Dalam acara pementasan Gladhi Madya bukan hanya para anggota dari UKM UKJGS saja yang tampil, biasanya banyak dari UKM-UKM lainnya yang ikut bergabung dalam pementasan Gladhi Madya tersebut. Salah satu contohnya adalah Swagayugamadan UTB (Unit Kesenian Tari Bali).

Banyak kejutan lain yang nantinya dipersembahkan oleh anggota baru UKJGS pada pentas Gladhi Madya. Nyatanya para penerus warisan bangsa memanglah generasi muda. Generasi yang selalu berpikiran luas, bersemangat, dan memandang ke depan. Generasi yang tak akan pernah malu pada apapun yang dimiliki tanah airnya. Itulah pada hakekatnya tugas kita semua menjadi penerus bangsa ini.

Sumber infomasi :

Minggu, 20 Maret 2016

Keharmonisan antara umat beragama

Keharmonisan antara umat beragama yang ditunjukan oleh masyarakat Solo dalam dua perayaaan besar agama


Hari besar keagamaan diperingati berdasarkan pergerakan bumi/bulan/matahari maupun adanya peristiwa yang dipercaya memiliki nilai spiritual/kesakralan tertentu untuk meningkatkan kualitas prilaku sehari-hari. Memaknai hari raya keagamaan kita berusaha menekan angka-angka negatif dalam kehidupan sehari-hari. Merayakan hari besar agama harus dilihat sejauh mana hari besar itu didayagunakan untuk membesarkan kekuatan spiritual dalam diri setiap umat. Persoalan akan menjadi terbalik apa bila hari besar agama itu dijadikan momentum untuk membesarkan gejolak hawa nafsu dan egoisme keagamaan. Dalam kemajuan zaman ini, hal ini semestinya menjadi perhatian kita bersama. Kalau benar hari besar keagamaan menjadi suatu momentum untuk membesarkan kekuatan spiritual maka aparat keamanan justru pada hari besar keagamaan akan berkerja secara santai. Karena kekuatan spiritual agama yang besar dalam diri manusia akan mengekspresikan prilaku mulia dan daya tahan mental yang tangguh.

Seperti harmonisnya perayaan hari besar dua keagaamaan yang terjadi disolo saat  tahun lalu, Umat Islam merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 24 Desember 2015 dan umat kristiani merayakan Natal pada 25 Desember 2015. Keduanya sama-sama merayakan hari kelahiran figur paling penting bagi masing-masing agama. Maulid Nabi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W dan Natal merayakan hari kelahiran Yesus Kristus (Isa Al-Masih).

Peristiwa yang jarang terjadi ini membuat Kota Solo dimeriahkan dengan suasana khas Sekaten dan khas Natal secara berdampingan. Inilah wujud nyata toleransi antarumat beragama yang belakangan ini di banyak tempat mulai memudar. Hal yang patut disyukuri adalah tindakan intoleransi minim terjadi di Kota Solo sepanjang tahun 2015.

Hal ini menjadi peristiwa istimewa karena kota Solo terkenal rentan dengan tindakan intoleransi khususnya menyangkut etnis dan agama mengingat ada tiga etnis besar hidup berdampingan di Solo, yakni Jawa, keturunan Arab, dan keturunan Tionghoa.

Kita mengenal perayaan sekatenan di bekas kerajaan Mataram, yaitu Solo dan Jogja. Perayaan Sekaten adalah merupakan hajatan Sunan Paku Buwono di Solo dan Sultan Hamengku Buwono di Jogya, yaitu diselenggarakan mulai seminggu sebelum Maulud Nabi Muhammad s.a.w. Kraton mengeluarkan 2 perangkat Gamelan Kraton (di Solo : Kyai Guntur Sari dan Kyai Guntur Madu), untuk dibawa ke halaman Mesjid Agung Kraton. Di halaman Masjid tersedia 2 bangunan disisi utara dan selatan, tempat kedua perangkat gamelan itu akan ditempatkan dan ditabuh bergantian selama 1 minggu, dari pagi hingga tengah malam, dengan berhenti pada saat tiba waktu Sholat wajib, yaitu Dhuhur, Azar, Maghrib dan Isa'. Sekaten berakhir ketika Hari Maulud Nabi tiba.

Selain itu perayaan natal juga berjalan dengam aman dan tertip diberbagai gereja yang ada di kota Solo. Merawat persamaan adalah hal biasa. Tetapi beda halnya dengan merawat perbedaan, itu akan menjadi sebuah hal luar biasa. 

Contoh lain adanya keharmonisan antara umar beragama yang dimiliki masyarakat Solo adalah berdampingannya sebuah masjid dan sebuah gereja. Masjid Al Hikmah memang beda dengan yang lainnya. Secara lokasi, masjid bercat hijau itu tempat berbagi tembok dengan tempat ibadah jemaat Kristen, Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan, yang sama-sama beralamat di Jalan Gatot Subroto 222, Solo. 

Toleransi juga dilakukan oleh pihak GKJ Joyodiningratan. Pihak gereja menyadari bahwa 24 Desember merupakan hari peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Jemaat sudah siap menggelar ibadat malam Natal di tempat lain. 

"Karena kita tahu tanggal 24 itu Maulid Nabi dan biasanya ada pengajian, maka awalnya kita sempat memunculkan alternatif lain untuk ibadat malam Natal. Kita rencana akan menggelar ibadah malam Natal dengan menyewa gedung atau mencari waktu yang lain," ungkap Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung Istining Hyang.  

Lantas, pada 25 Desember 2015 yang bertepatan dengan salat Jumat, pihak gereja memutuskan ibadah Natal akan selesai pada pukul 10.00 WIB. Biasanya untuk masalah seperti itu sudah dibicaaarakan jauh-jauh hari, sejak 3 bulan lalu. Dan untuk permasalahan parkir sudah diatur warga dan jemaah masjid. Seperti biasa, nanti parkir jemaat gereja sampai ke halaman depan masjid. GKJ Joyodiningratan sendiri menggelar dua ibadah Natal, yakni Kamis, 24 Desember pukul 18.00 WIB. Sementara pada 25 Desember, ibadah Natal akan digelar pada pukul 08.00 WIB.

Harmonisasi dua agama di wilayah ini memang sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Melongok sejarahnya, gereja ini lebih awal dibangun pada 1939. Lantas pada 1947, tepat di sampingnya dibangun musala yang kemudian berubah menjadi masijd.

Mulai saat itulah, kerukunan agama terjalin. Sebagai simbolnya, perwakilan umat Islam dan Kristen membangun prasasti Tugu Lilin sebagai simbol kebersamaan. Prasasti itu sendiri memiliki tinggi 100 meter. Posisinya terletak di sebelah selatan masjid, tempat wudu perempuan.